Serial
Bu Kek Sian Su (1) - Episode 2
Bu Kek Sian Su
Bu Kek Sian Su
Ketika orang-orang dusun
itu, terutama yang wanita, datang membawa pakaian baru yang sudah dijahit rapi,
anak itu tak dapat menolak, dan menyatakan terima kasihnya dengan butiran air
mata menetes di kedua pipinya akan tetapi tidak ada kata-kata yang keluar dari
mulutnya. Karena jasa orang-orang dusun ini, maka anak itu selalu berpakaian
sederhana sekali, potongan "dusun".
Siapakah sebetulnya anak
kecil ajaib yang menjadi penghuni Hutan Seribu Bunga seorang diri saja itu?
Benarkah dia seorang dewa yang turun dari kahyangan menjadi seorang anak-anak
untuk menolong seorang manusia, seperti kepercayaan para penduduk di Pegunungan
Tibet sehingga banyak terdapat Lama yang dianggap sebagai Sang Budha sendiri
yang "menjelma" menjadi anak-anak dan menjadi calon Lama.
Sebetulnya tentu saja
tidak seperti ketahyulan yang dipercaya oleh orang-orang yang memang suka akan
ketahyulan dan suka akan yang ajaib-ajaib itu. Anak itu dahulunya adalah anak
tunggal dari Keluarga Kwa di kota
Kun-Leng, sebuah kota
kecil di sebelah timur Pegunungan Jeng-hoa-san. Dia bernama Kwa Sin Liong, dan
nama Sin Liong(Naga Sakti) ini diberikan kepadanya karena ketika mengandungnya,
ibunya mimpi melihat seekor naga beterbangan di angkasa diantara awan-awan.
Adapun ayah Sin Liong adalah seorang pedagang obat yang cukup kaya di kota Kun-leng.
Akan tetapi malapetaka
menimpa keluarga ini ketika malam hari tiga orang pencuri memasuki rumah
mereka. Tadinya tiga orang penjahat ini hendak melakukan pencurian terhadap
keluarga kaya ini, akan tetapi ketika mereka memasuki kamar ayah dan ibu Sin
Liong mempergoki mereka. Karena khawatir dikenal, tiga orang itu lalu membunuh
ayah-bunda Sin Liong dengan bacokan-bacokan golok. Ketika itu Sin Liong baru
berusia lima
tahun dan di tempat remang-remang itu melihat betapa ayah-bundanya dihujani
bacokan golok dan roboh mandi darah, tewas tanpa sempat berteriak. Saking ngeri
dan takutnya, Sin Liong seperti berubah menjadi gagu, matanya melotot dan dia
tidak bisa mengeluarkan suara. Karena ini, tiga orang pencuri itu tidak melihat
anak kecil di kamar yang gelap itu. Mereka terutama sibuk mengumpulkan
barang-barang berharga dan mereka itu juga panik, ingin lekas-lekas pergi
karena mereka telah terpaksa membunuh tuan dan nyonya rumah.
Setelah para penjahat
itu keluar dari kamar, barulah Sin Liong dapat menjerit, menjerit sekuat
tenaganya sehingga malam hari itu terkoyak oleh jeritan anak ini. Para tetangga mereka terkejut dan semua pintu dibuka,
semua laki-laki berlari keluar dan melihat tiga orang yang tidak dikenal keluar
dari rumah keluarga Kwa membawa buntalan-buntalan besar, segera terdengar
teriakan "maling…maling!" dan orang-orang itu mengurung tiga penjahat
ini.
Beberapa orang lari
memasuki rumah keluarga Kwa yang dapat dibayangkan betapa kaget hati mereka
melihat suami-isteri itu tewas dalam keadaan mandi darah, sedangkan Sin Liong
menangisi kedua orang tuanya, memeluki mereka sehingga muka,tangan dan pakaian
anak itu penuh dengan darah ayah-bundanya.
"Pembunuh! Mereka
membunuh keluarga Kwa!" Orang yang menyaksikan mayat kedua orang itu
segera lari keluar dan berteriak-teriak
"Manusia kejam!
Tangkap mereka!"
"Tidak! Bunuh saja
mereka!"
"Tubuh suami-istri
Kwa hancur mereka cincang!"
"Bunuh!"
"Serbu...!"
Dan terjadilah
pergumulan atau pertandingan yang berat sebelah. Tiga orang itu terpaksa
melakukan perlawanan untuk membela diri, akan tetapi mana mereka itu,
maling-maling biasa, mampu menahan serbuan puluhan bahkan ratusan orang yang
marah dan haus darah?.
Anak laki-laki itu,
ketika pengeroyokan di luar rumahnya sedang terjadi, keluar dari dalam, mukanya
penuh darah, kedua tangannya dan pakaiannya juga. Dia melangkah keluar seperti
dalam mimpi, mukanya pucat sekali dan matanya yang lebar itu terbelalak
memandang penuh kengerian.Dia berdiri di depan pintu rumahnya, matanya makin
terbelalak memandang apa yang terjadi di depan rumahnya. Jelas tampak olehnya
betapa para tetangganya itu, seperti sekumpulan serigala buas, menyerang dan
memukuli tiga orang pencuri tadi, para pembunuh ayah-bundanya. Terdengar
olehnya betapa pencuri-pencuri itu mengaduh-aduh merintih-rintih, minta-minta
ampun dan terdengar pula suara bak-bik-buk ketika kaki tangan dan senjata
menghantami mereka. Mereka bertiga itu roboh, dan terus digebuki, dibacok,
dihantam dan darah muncrat-muncrat, tubuh tiga orang itu berkelojotan, suara
yang aneh keluar dari tenggorokan mereka. Akan tetapi orang-orang yang marah
dan haus darah itu, yang menganggap bahwa apa yang mereka lakukan ini sudah
baik dan adil, terus saja menghantami tiga orang manusia sial itu sampai tubuh
mereka remuk dan tidak tampak seperti tubuh manusia lagi, patutnya hanya
onggokan-onggokan daging hancur dan tulang-tulang patah!.
0 comments:
Post a Comment