Kho Ping Hoo - Bu Kek Sian Su
Serial
Bu Kek Sian Su (1) - Episode 1
Pagi itu bukan main
indahnya di dalam hutan di lereng Pegunungan Jeng Hoa San (Gunung Seribu
Bunga). Matahari muda memuntahkan cahayanya yang kuning keemasan ke permukaan
bumi, menghidupkan kembali rumput-rumput yang hampir lumpuh oleh embun,
pohon-pohon yang lenyap ditelan kegelapan malam, bunga-bunga yang menderita
semalaman oleh hawa dingin menusuk. Cahaya kuning emas membawa kehangatan,
keindahan, penghidupan itu mengusir halimun tebal, dan halimun lari pergi dari
cahaya raja kehidupan itu, meninggalkan butiran-butiran embun yang kini menjadi
penghias ujung-ujung daun dan rumput membuat bunga-bunga yang beraneka warna
itu seperti dara-dara muda jelita sehabis mandi, segar dan berseri-seri.
Cahaya matahari yang
lembut itu tertangkis oleh daun dan ranting pepohonan hutan yang rimbun, namun
kelembutannya membuat cahaya itu dapat juga menerobos di antara celah-celah
daun dan ranting sehingga sinar kecil memanjang yang tampak jelas di antara
bayang-bayang pohon meluncur ke bawah, di sana sini bertemu dengan pantulan air
membentuk warna pelangi yang amat indahnya, warna yang dibentuk oleh segala
macam warna terutama oleh warna dasar merah, kuning dan biru. Indah! Bagi mata
yang bebas dari segala ikatan, keindahan itu makin terasa, keindahan yang baru
dan yang senantiasa akan nampak baru biarpun andaikata dilihatnya setiap hari.
Sebelum cahaya pertama
yang kemerahan dari matahari pagi tampak, keadaan sunyi senyap. Yang mula-mula
membangunkan hutan itu adalah kokok ayam hutan yang pendek dan nyaring sekali,
kokok yang tiba-tiba dan mengejutkan, susul menyusul dari beberapa penjuru.
Kokok ayam jantan inilah yang menggugah para burung yang tadinya diselimuti
kegelapan malam, menyembunyikan muka ke bawah selimut tebal dan hangat dari
sayap mereka, kini terjadilah gerakan-gerakan hidup di setiap pohon besar dan
terdengar kicau burung yang sahut-menyahut, bermacam-macam suaranya, bersaing
indah dan ramai namun kesemuanya memiliki kemerduan yang khas. Sukar bagi telinga
untuk menentukan mana yang lebih indah, karena suara yang bersahut-sahutan itu
merupakan kesatuan seperangkat alat musik yang dibunyikan bersama. Yang ada
pada telinga hanya indah! Sukar dikatakan mana yang lebih indah, suara
burung-burung itu sendiri ataukah keheningan kosong yang terdapat di antara
jarak suara-suara itu.
Anak laki-laki itu masih
amat kecil. Tidak akan lebih dari tujuh tahun usianya. Dia berdiri seperti
sebuah patung, berdiri di tempat datar yang agak tinggi di hutan Gunung Seribu
Bunga itu, menghadap ke timur dan sudah ada setengah jam lebih dia berdiri
seperti itu, hanya matanya saja yang bergerak-gerak, mata yang lebar yang penuh
sinar ketajaman dan kelembutan, seperti biasa mata kanak-kanak yang hidupnya
masih bebas dan bersih, namun di antara kedua matanya, kulit di antara alis itu
agak terganggu oleh garis-garis lurus. Aneh melihat seorang anak kecil seperti
itu sudah ada keriput di antara kedua alisnya! Anak itu pakaiannya sederhana
sekali, biarpun amat bersih seperti bersihnya tubuhnya, dari rambut sampai ke
kuku jari tangannya yang terpelihara dan bersih, wajahnya biasa saja, seperti
anak-anak lain dengan bentuk muka yang tampan, hanya matanya dan keriput di
antara matanya itulah yang jarang terdapat pada anak-anak dan membuat dia
menjadi seorang anak yang mudah mendatangkan kesan pada hati pemandangnya
sebagai seorang anak yang aneh dan tentu memiliki sesuatu yang luar biasa.
Sepasang mata anak itu
bersinar-sinar penuh seri kehidupan ketika dia tadi melihat munculnya bola
merah besar di balik puncak gunung sebelah timur, bola merah yang amat besar
dan yang mula-mula merupakan pemandangan yang amat menarik hati, akan tetapi
lambat laun merupakan benda yang tak kuat lagi mata memandangnya karena cahaya
yang makin menguning dan berkilauan. Maka dia mengalihkan pandangannya, kini
menikmati betapa cahaya yang tiada terbatas luasnya itu menghidupkan segala
sesuatu, dari puncak pegunungan sampai jauh di sana, di bawah kaki gunung.
Anak itu lalu
menanggalkan pakaiannya, satu semi satu dengan gerakan sabar dan tidak
tergesa-gesa, tanpa menengok ke kanan kiri karena selama ini dia tahu bahwa di
pagi hari seperti itu tidak akan ada seorang pun manusia kecuali dirinya
sendiri berada di situ. Dengan telanjang bulat dia lalu menghampiri sebuah batu
dan duduk bersila, menghadap matahari. Duduknya tegak lurus, kedua kakinya
bersilang dan napasnya masuk keluar dengan halus tanpa diatur, tanpa paksaan
seperti pernapasan seorang bayi sedang tidur nyenyak. Sudah beberapa tahun dia
melakukan ini setiap hari duduk sambil mandi cahaya matahari selama dua tiga
jam sampai semua tubuhnya bermandi peluh dan terasa panas barulah dia berhenti.
Juga di waktu malam terang bulan, dia duduk pula di batu itu, telanjang bulat,
mandi cahaya bulan purnama selama tujuh malam, kadang-kadang sampai lupa diri
dan duduk bersila sampai setengah tidur, dan barulah dia berhenti kalau tubuh
sudah hampir membeku dan bulan sudah lenyap bersembunyi di balik puncak barat.
Anak yang luar biasa!
Memang. Demikian pula penduduk di sekitar Pegunungan Jeng Hoa San menyebutnya
Sin Tong (Anak Ajaib), demikianlah nama anak ini yang diketahui orang. Anak
ajaib, anak sakti dan lain-lain sebutan lagi. Karena semua orang menyebutnya
Sin Tong dan memang dia sendiri tidak pernah mau menyatakan siapa namanya, maka
anak itu sudah menjadi terbiasa dengan sebutan ini dan menganggap namanya Sin
Tong!
Mengapakah orang-orang dusun, penghuni semua dusun di sekitar lereng dan
kaki Pegunungan Jeng Hoa San menyebutnya anak ajaib? Hal ini ada sebabnya,
yaitu karena anak berusia tujuh tahun itu pandai sekali mengobati penyakit
dengan memberi daun-daun, buah-buah, dan akar-akar obat yang benar-benar manjur
sekali! Hampir semua penduduk yang terkena penyakit datang ke lereng Hutan
Seribu Bunga, yaitu nama hutan di mana anak itu tinggal karena di antara
sekalian hutan di Pegunungan Seribu Bunga, hutan inilah yang benar-benar tepat
disebut Hutan Seribu Bunga denga tetumbuhan beraneka warna, penuh dengan
bunga-bunga indah, terutama sekali pada musim semi. Dan anak ini memberi daun
atau akar obat dengan hati terbuka, dengan hati terbuka, dengan tulus ikhlas,
suka rela dan selalu menolak kalau diberi uang! Maka berduyun-duyun orang dusun
datang kepadanya dan diam-diam memujanya sebagai seorang anak ajaib, sebagai
dewa yang menjelma menjadi seorang anak-anak yang menolong dusun-dusun itu dari
malapetaka. Bahkan ketika terjangkit penyakit menular, penyakit demam hebat
yang menimbulkan banyak korban tahun lalu, bocah ajaib inilah yang membasminya
dengan memberi akar-akar tertentu yang harus diminum airnya setelah dimasak.
Dengan akar itu, yang sakit banyak tertolong dan yang belum terkena penyakit
tidak akan ketularan.Lanjut ke :
Serial Bu Kek Sian Su (1) - Episode2
Jammin' Jars Casino Resort – Slots, Live Poker & Slots - MJH
ReplyDeleteJammin 제천 출장마사지 Jars Casino Resort, Slots, Live Poker & Slots is one of the 고양 출장샵 newest poker rooms 거제 출장안마 on the Las Vegas Strip. Jammin Jars 경주 출장안마 Casino's slot games are playable in all- 충주 출장안마