Kho Ping Hoo - Bu Kek Sian Su
Serial
Bu Kek Sian Su (1) - Episode 3
Ketika semua orang sudah
merasa puas, juga mulai ngeri melihat hasil perbuatan mereka, menghentikan
pengeroyokan terhadap tiga mayat itu dan mereka memasuki rumah keluarga Kwa,
Sin Liong tidak berada disitu! Kiranya bocah ini, yang baru saja tergetar
jiwanya, tergores penuh luka melihat ayah bundanya dibacoki dan dibunuh, ketika
melihat tiga orang pembunuh itu dikeroyok dan disiksa, jiwanya makin terhimpit,
luka-luka dihatinya makin banyak dan dia tidak kuat menahan lagi
Dilihatnya wajah
orang-orang itu semua seperti wajah iblis, dengan mata bernyala-nyalapenuh
kebencian dan dendam, penuh nafsu membunuh, dengan dengan mulut terngangga
seolah-olah tampak taring dan gigi meruncing, siap untuk menggigit lawan dan
menghisap darahnya. Dia merasa ngeri, merasa seolah-olah tampak taring dan gigi
meruncing, siap untuk menggigit lawan dan menghisap darahnya. Dia merasa ngeri,
merasa seolah-olah berada di antara sekumpulan iblis, maka sambil menangis
tersedu-sedu Sin liong lalu lari meninggalkan tempat itu, meninggalkan
rumahnya, meninggalkan kota
Kun-leng, terus berlari ke arah pegunungan yang tampak dari jauh seperti seorang
manusia sedang rebahan, seorang manusia dewa yang sakti, yang akan
melindunginya dari kejaran iblis itu!
Seperti orang kehilangan
ingatan, semalam itu Sin Liong terus berlari sampai pada keesokan harinya,
saking lelahnya, dia tersaruk-saruk di kaki Pegunungan Jeng-hoa-san,
kadang-kadang tersandung kakinya dan jatuh menelungkup, bangun lagi dan lari
pagi, terhuyung-huyung dan akhirnya, pada keesokan harinya, pagi-pagi dia
terguling roboh pingsan di dalam sebuah hutan di lereng bagian bawah Pegunungan
Jeng-hoa-san.
Setelah siuman, anak
kecil berusia lima
tahun ini melanjutkan perjalanannya, dan beberapa hari kemudian tibalah dia di
sebuah hutan penuh bunga karena kebetulan pada waktu itu adalah musim semi. Di
sepanjang jalan mendaki pegunungan, kalau perutnya sudah mulai lapar, anak ini
memetik buah-buahan dan makan daun-daunan, memilih yang rasanya segar dan tidak
pahit sehingga dia tidak sampai kelaparan.
Di dalam hutan seribu
bunga itu Sin Liong terpesona, merasa seperti hidup di alam lain, di dunia lain.
Tempat yang hening dan bersih, tidak ada seorang pun manusia. Kalau dia
teringat akan manusia, dia bergidik dan menangis saking takut dan ngerinya. Dia
telah menyaksikan kekejaman-kekejaman yang amat hebat. Bukan hanya kekejaman
orang-orang yang merenggut nyawa ayah bundanya, yang memaksa ayah bundanya
berpisah darinya dan mati meninggalkannya, akan tetapi juga melihat kekejaman
puluhan orang tetangga yang menyiksa tiga orang itu sampai mati dan hancur
tubuhnya, Dia bergidik dan ketakutan kalau teringat akan hal itu. Di dalam
Hutan Seribu Bunga itulah dia merasakan keamanan, kebersihan, keheningan yang
menyejukkan perasaan.
Mula-mula Sin Liong
tidak mempunyai niat untuk kembali ke kotanya karena ia masih terasa ngeri,
tidak ingin melihat ayah bundanya yang berlumuran darah, tak ingin melihat
mayat tiga orang pencuri yang rusak hancur. Ketika dia tiba di hutan
Jeng-hoa-san itu dan melihat betapa tubuh dan pakaiannya ternoda darah yang
baunya amat busuk, dia cepat mandi dan mencuci pakaian di anak sungai yang
terdapat di hutan itu, anak sungai yang airnya keluar dari sumber, jernih dan
sejuk sekali. Mula-mula memang dia tidak ingin pulang karena kengerian hatinya,
akan tetapi setelah dua tiga bulan "bersembunyi" di tempat itu,
timbul rasa cintanya terhadap Hutan Seribu Bunga dan dia kini tidak ingin
pulang sama sekali karena dia telah menganggap hutan itu sebagai tempat
tinggalnya yang baru! Di dekat pohon peak yang besar, terdapat bukit batu dan
di situ ada guanya yang cukup besar untuk dijadikan tempat tinggal, dijadikan
tempat berlindung dari serangan hujan dan angin. Gua ini dibersihkannya dan
menjadi sebuah tempat yang amat menyenangkan baginya.
Demikianlah, anak ini
tidak tahu sama sekali bahwa harta kekayaan orang tuanya yang tidak mempunyai
keluarga dan sanak kadang lainnya, telah dijadikan perebutan antara para
tetangga sampai habis ludes sama sekali! Dengan alasan "mengamankan"
barang-barang berharga dari rumah kosong itu, para tetangga telah memperkaya
diri sendiri. Mereka ini tetap tidak tahu, atau tidak mengerti bahwa mereka
telah mengulangi perbuatan tiga orang pencuri yang mereka keroyok dan bunuh
bersama itu. Mereka juga melakukan pencurian, sungguhpun caranya tidak
"sekasar" yang dilakukan para pencuri. Jika dinilai, pencurian yang dilakukan
para tetangga dan "sahabat" ini jauh lebih kotor dan rendah daripada
yang dilakukan oleh tiga orang pencuri dahulu itu, karena para pencuri itu
melakukan pencurian dengan sengaja dan terang-terangan mereka itu adalah
pencuri, tidak berselubung apa-apa, dan kejahatannya itu memang terbuka,
sebagai orang-orang yang mengambil barang orang lain di waktu Si Pemilik sedang
lengah atau tertidur. Namun, apa yang dilakukan oleh para tetangga itu adalah
pencurian terselubung, dengan kedok "menolong" sehingga kalau dibuat
takaran, kejahatan mereka itu berganda, pertama jahat seperti Si Pencuri biasa
karena mengambil dan menghaki milik orang lain, ke dua jahat karena telah
bersikap munafik, melakukan kejahatan dengan selubung "kebaikan".
Demikianlah sampai dua
tahun lamanya anak berusia lima
tahun ini tinggal seorang diri di dalam Hutan Seribu Bunga. Sebagai putera
seorang ahli pengobatan, biarpun ketika usianya baru lima tahun, sedikit banyak Sin Liong tahu
akan daun-daun dan akar obat, bahkan sering dia ikut ayahnya mencari daun-daun
obat di gunung-gunung
Setelah kini dia hidup
seorang diri di dalam hutan, bakatnya akan ilmu pengobatan mendapat ujian dan
pemupukan secara alam. Dia harus makan setiap hari itu untuk keperluan ini, dia
telah pandai memilih dari pengalaman, mana daun yang berkhasiat dan mana yang
enak, mana pula yang beracun dan sebagainya. Selama dua tahun itu, dengan
pakaian cabik-cabik tidak karuan, sering pula dia terserang sakit dan dari
pengalaman ini pula dia terserang sakit dan dari pengalaman ini pula dia dapat
memilih daun-daun dan akar-akar obat, bukan dari pengetahuan, melainkan dari
pengalaman. Mungkin karena tidak ada sesuatu lainnya yang menjadikan bahan
pemikiran, maka anak ini dapat mencurahkan semua perhatiannya terhadap
pengenalan akan daun dan akar serta buah dan kembang yang mengandung obat ini
sehingga penciumannya amat tajam terhadap khasiat daun dan akar obat. Dengan
menciumnya saja dia dapat menentukan khasiat daun dan akar obat. Dengan
menciumnya saja dia dapat menentukan khasiat apakah yang terkandung dalam suatu
daun, bunga, buah ataupun akar! Tidak kelirulah kata-kata orang bahwa
pengalaman adalah guru terpandai. Tentu saja kata-kata itu baru terbukti
kebenarannya kalau seseorang memiliki rasa kasih terhadap yang dilakukannya
itu. Dan memang di lubuk hati Sin Liong, dia mempunyai rasa kasih yang
menimbulkan suka, dan suka ini menimbulkan kerajinan untuk mempelajari khasiat
bunga-bunga dan daun-daun yang banyak sekali macamnya dan tumbuh di dalam Hutan
Seribu Bunga itu.
Lanjut ke :
Serial Bu Kek Sian Su (1) - Episode 4
0 comments:
Post a Comment